"Kamu tahu kenapa di ruangan kelas itu ada pintunya ...?” tanya Bu Nurhayati sambil menunjuk daun pintu di samping kelas. Matanya menatap lekat pada siswa di depannya. “Tahu, Bu,” jawab Rudi tertunduk. “Lalu kenapa kamu harus lompat lewat jendela?!” pertanyaan Bu Nur terus mencecar. Nada suaranya agak meninggi. “Eng …, eng ….” Rudi tak bisa menjawab. Bahkan untuk menatap wajah wali kelasnya saja ia tak punya keberanian. “Kenapa kelas ada pintunya ...? Itu gunanya untuk keluar dan masuk. Kalau kalian masuk atau keluar lewat jendela itu hal yang sangat tidak sopan. Yang lewat jendela untuk masuk itu hanya pencuri. Kamu bukan pencuri kan ...?” tegur Bu Nur sambil memandangi Rudi. Dengan pandangan tertunduk Rudi menggeleng.
“Begini, Rud. Ibu yakin kamu pada dasarnya anak yang baik. Ibu cuma minta kamu tinggalkan kebiasaan-kebiasaan kamu dulu,” kata Bu Nur. Kali ini dengan secercah senyum di wajahnya. “Baik, Bu,” jawab Rudi. Nafasnya tertahan, suaranya lirih terdengar. “Kamu janji tidak akan mengulanginya lagi?” tatapan Bu Nur tampak menuntut. “Janji, Bu …!” jawab Rudi.
Sesampainya di rumah, Rudi terkejut ketika melihat mamanya menangis. Isak tangis mama langsung terhenti tatkala melihat putra keduanya ini. Mata sang mama tampak memerah. Meski telah diseka dengan cepat, namun sisa-sisa tangisnya masih nampak jelas. “Mama kenapa …?”
Mama memandang Rudi. “Kita sudah tiga bulan menunggak iuran bulanan Rusun, Rud. Mama bingung gimana ngelunasinnya …,” kata Mama. “Oh …,” Rudi terduduk lemas. “Tapi kamu nggak usah khawatir, kamu tetap sekolah dan belajar saja seperti biasa. Besok Mama akan coba melamar bekerja di Depo Daur Ulang Tzu Chi, Rud,” jawab Mama, “Sorenya Mama juga bisa cuci dan gosok baju orang.” “Apa …?” pekik Rudi tertahan.
Menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), Rudi sudah mulai mencari cara untuk membantu keluarga. “Yah, setidaknya untuk uang saku nggak minta ke Mama,” bisiknya dalam hati. Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Rudi ditawari untuk mengajar les membaca bagi anak-anak TK dan SD di Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi oleh gurunya.
Saat masih sekolah, para guru juga mendorong saya untuk bisa mengajari adik-adik kelas yang membutuhkan kelas tambahan. Dari situ kemudian tercetus ide untuk mendirikan suatu program bimbingan belajar bagi anak-anak Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi yang bersekolah di Sekolah Cinta Kasih. Kebetulan ada salah satu guru yang bersedia menyediakan tempat untuk belajar. Saya mengajari adik-adik pelajaran bahasa Inggris, dan pengajar lainnya mengajari matematika, akuntansi, dan lain-lain.
Tiga tahun kemudian. “Sekarang Mama nggak usah kerja nyuci baju orang lagi. Saya sudah diterima kerja,” kata Rudi. Hari itu (tahun 2012) tepat seminggu ia lulus dari SMK Cinta Kasih Tzu Chi. “Tapi, Rud …?” “Sudah, Mama nggak usah khawatir, sekarang Rudi yang akan membantu memenuhi kebutuhan keluarga,” jawab Rudi. Karena nilai akademisnya cukup baik, ditambah kemampuannya berbahasa Mandarin, Rudi dengan cepat diterima bekerja.
Berbakti kepada orang tua
adalah landasan kebajikan.
~ Kata Perenungan Master Cheng Yen ~
Dikutip dari Buku "Menyongsong Masa Depan yang Lebih Cerah" hlm. 23-33
Saya ingin membuktikan bahwa anak-anak (Perumahan Cinta Kasih) Tzu Chi yang dulu tinggal di bantaran [...]
Bicara tentang impian, yang paling saya harapkan mungkin terdengar biasa bagi anak-anak kebanyakan: [...]
JING SI BOOKS & CAFE © 2025 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
Berafiliasi dengan
Jing Si USA dan
Jing Si Taiwan